Backpacker di Semarang: City Tour Tips - Part I

Undangan diperoleh, Serta merta tiket kudu dipesan, suatu hal yang langsung terpikir di otak gue. Sebuah rencana harus disusun sebaik mungkin agar mengunjungi hajatan sahabat di Ungaran Kabupaten Semarang dapat terlaksana secara efektif dan efisien. Efektif, no problem, yang jadi inti permasalahan adalah bagaimana membuat perjalanan ini menjadi lebih efisien, mengingat gue enggak tau sama sekali Semarang (maklum Sumatranese). Pilihannya tinggal dua, yakni mengunjungi Semarang dengan menggunakan Pesawat Terbang atau Kereta Api. Setelah menelpon call center maskapai sana-sini, menimbang-nimbang, membandingkannya, keputusan sudah bulat yakni menggunakan KA, disamping lebih murah, perjalanan yang direncanakan selepas pulang kerja di jumat malam, terasa pas dengan jadwal resepsi. Rencananya gue akan menginap di KA dengan harapan bisa tidur nyenyak di atas KA. Masalahnya, apa bisa gue tidur nyenyak selama perjalanan, tak ayal tiket Argo Bromo Anggrek tujuan Gambir-Tawang Semarang seharga 265rb harus sudah dibeli dengan pertimbangan kursi bisa direbahkan dan tidur nyaman dibawah hembusan AC.
Tibalah gue di Stasiun Tawang-Semarang pada pukul 7 pagi, setelah menempuh perjalanan kurang-lebih 8 jam dari jadwal semula yang diperkirakan hanya memakan waktu 6 jam (kerusakan lokomotif 2 jam di Jatinegara). Nothing special di dalam lingkungan stasiun, sekilas mirip dengan stasiun Jatinegara. melangkah ke depan stasiun dipenuhi beragam merk taksi mulai dari Bluebird Group, Express, taksi merk lokal, dan yang terlihat dominan adalah Kosti. Karena tujuan awal gue agar kunjungan ini lebih bermakna, maka berbagai tawaran untuk menggunakan taksi langsung gue tampik. Wuiiittsss... tepat didepan stasiun Tawang kita disuguhi pemandangan Kota Tua, sedikit mirip dengan Kota Tua Jakarta, yang membedakannya adalah Kota Tua disini jauh lebih terawat. Yang isitimewa adalah keberadaan Polder Tawang tepat didepan stasiun, menurut info yang gue dapat, situ buatan ini berfungsi sebagai sistem pengendalian air yang melindungi dari air limpahan yang berasal dari luar kawasan dan mengendalikan muka air di dalam kota lama. Bentuknya menarik lengkap dengan pintu airnya, serasa di Neitherland... uniknya beberapa orang sibuk menciduk2 air di dalamnya, ternyata mereka sibuk mencari cacing yang menjadi pakan ikan. Dengan berbekal tanya sana-sini, perlahan tapi pasti gue menyisiri jalan-jalan berbata-block yang rapi ke arah barat dengan tujuan Gereja Blenduk. Sepanjang perjalanan disuguhi bangunan-bangunan peninggalan kolonial. Ada satu bangunan bercat putih yang masih terawat yakni bekas sebuah pabrik rokok bermerk Praoe Lajar (Baca:Perahu Layar), didekat situlah gue mandi di MCK, tapi bersih kok kekekeke....

Setelah kembali segar selepas mandi pagi, penyisiran sudut-sudut kota tua dilanjutkan. kurang dari 1 km berjalan kaki, tibalah di tujuan pertama yakni Gereja Blenduk. Desain arsitektur gereja ini sangat kental dengan nuansa kolonial berbentuk heksagonal. Disebut dengan Gereja Blenduk karena bentuk kubahnya yang bewarna terakota berupa setengah bola yang seakan-akan 'mblenduk'. Nuansa taman tepat di depannya terasa seperti bukan di Indonesia, jika anda yang pernah mengunjungi Kota Perth Ausie, mengunjungi lokasi ini seakan-akan bernostalgia dengan Fremantle WA Australia. Taman ini dikelilingi bangunan-bangunan kuno berasitektur spesifik kolonial yang masih amat terawat.

Sedikit berjalan ke arah barat dari depan Gereja Blenduk, tibalah di terminal kecil dipinggir kanal dan jembatan. Jurus tanya dimainkan, next destination is Masjid Agung Jawa Tengah yang amat tersohor itu. berdasarkan jawaban-jawaban yang cenderung beraneka-ragam, akhirnya jatuh pada jawaban mayoritas yang mengatakan bahwa untuk menuju ke sana harus tiga kali menyambung angkot. Angkot yang pertama, bewarna orange dengan tujuan jurusan ke arah jl.Cipto-Citarum, turun di Perempatan Milo dengan ongkos 2rb kemudian dilanjutkan dengan angkot bewarna kuning jurusan Penggaron-Telogo sari no. 33 byr Rp.3.000 turun di Pom bensin MAJT, terus nyambung lagi ke arah dalam. Kebetulan supir angkot pertama yang gue naikin, bilang kl dia bersedia mengantarkan sampai ke Masjid Agung Jawa Tengah asalkan membayar Rp. 15.000 secepat kilat langsung gue iyakan :)
Setelah membayar ongkos angkot sebesar 15rb, turun tepat di depan pelataran Masjid Agung Jawa Tengah. Tampak sebuah Masjid dengan arsitektur sangat megah di atas tanah yang sangat luas. Setiap tamu disambut dengan kolam air-mancur yang indah. Masjid ini dihiasi dengan gerbang bertuliskan kaligrafi ayat-ayat suci. Banyak item-item unik di dalam lingkungan masjid yakni Beduk berukuran raksasa, enam payung berukuran raksasa yang bisa membuka dan menutup dengan sistem hidrolik (hanya ada 2 di dunia, satunya lagi diadopsi di Masjid Nabawi), dan Menara Asmaul Husna setinggi 99 meter.

Akan sangat rugi jika mengunjungi masjid ini tetapi tidak naik ke puncak menara Masjid ini, karena di tempat ini adalah the best place to watch Semarang City clearly and completely. View yang dapat kita lihat sangat luas mulai dari pelabuhan hingga Kota Semarang yang semarak, dari sawah hingga bangunan kota yang modern. cukup membayar infaq tiket 5rb perak kita dapat naik ke puncak lt.19 menggunakan lift. Pemandangan Landscape Kota Semarang terlihat sangat indah sesampai di puncak tertinggi, udaranya begitu segar. Bagi yang ingin menggunakan Teropong dapat menyewanya dengan tarif 500 rupiah per 1 menit (uang logam Rp 500 kuning yang dapat ditukar di meja penukaran), gantian ya.. mengingat banyak sekali peminatnya. Bagi yang perutnya terasa lapar, disediakan restoran di lt.18 (saran:sebaiknya menggunakan tangga untuk turun), menu spesial di resto ini adalah Bakso Kotak. Di awal beroperasinya resto ini, yang menjadi hal yang spesial adalah restoran ini dapat berputar 360 derajat, namun saat gue berkunjung, menurut info yang gue peroleh, ternyata sudah tidak dapat beroperasi alias sudah rusak. Di Lantai 3 menara ini terdapat Museum yang menyimpan berbagai benda koleksi bersejarah yang menjadi bukti penyebaran Islam di tanah Jawa Tengah.



Perjalanan dilanjutkan menuju tujuan utama dari perjalanan ini yakni Ungaran, guna menghandiri pesta pernikahan sahabat. Dengan menggunakan angkot dengan rute yang sama, turun di perempatan milo, Jl. Cipto dilanjutkan menggunakan bus berukuran sedang dengan tujuan Ungaran (lagi-lagi jurus tanya dikerahkan). Dengan membayar ongkos Rp.7500, perjalanan memakan waktu kurang dari 1 jam dengan sebagian perjalanan memotong melewati jalan tol. Ungaran terletak di daerah perbukitan dengan udara yang lebih sejuk. Setelah numpang berganti pakaian di Resto Sate Sapi Pak Kempleng dilanjutkan dengan menghadiri pesta, maaf ya gak bisa lama-lama, pokoke met ya sis n bro...
Ungaran menyimpan potensi alam yang sangat indah, namun sayangnya letak antar objek wisata lumayan berjauhan, tak ayal gue memutuskan untuk mengunjungi satu saja objek wisata yang letaknya paling dekat dari lokasi Resepsi (gedung DPRD Ungaran) yaitu Pagoda Kwan Im yang terletak di komplek Vihara Budha Gaya Watugong. Letaknya tepat di depan Makodam IV/Diponegoro Semarang. Untuk menuju lokasi ini dapat langsung dari kota Semarang, menggunakan bus berukuran sedang bewarna merah tujuan Semarang-Ungaran yang melintasi Tugu Muda dengan ongkos 3rb. Jika dari arah Ungaran seperti yang gue lakukan, dari depan Sate Pak Kempleng di Jl. Diponegoro harus menyambung angkot 2 kali, angkot pertama bercat kuning menuju pasar ungaran dilanjutkan dengan angkot bercat kuning juga berhenti tepat di depan Makodam Jl. Perintis Kemerdekaan dengan ongkos 2rb. Memasuki objek wisata ini tidak dikenakan biaya, asalkan izin terlebih dahulu di pos keamanan. Hal menarik yang ada di Vihara ini, pastinya adalah Pagoda mengingat sangat jarang menemukan pagoda di Indonesia. Pagoda ini memiliki tinggi 39 meter dengan patung sang Budha bewarna keemasan di dalamnya. Patung Dewi Welas Asih berdiri tegak didepan pagoda menghadap ke arah Kota Semarang. Arsitektur dari pagoda ini sangat indah dan kaya ornamen khas Negeri Tiongkok, sampai-sampai banyak yang mengira foto-foto yang gue ambil disini, bukan di Indonesia. Selain Pagoda, terdapat juga Patung Sang Budha yang sedang tidur berukuran raksasa, kolam teratai, Vihara, dan sarana bermain anak. Kabarnya, di lokasi ini akan dibangun Patung sang Budha tertinggi di Indonesia dengan tinggi 36 m.

Setelah puas mengambil beberapa gambar disini, gue memutuskan untuk kembali ke Kota Semarang (menggunakan bus ukuran sedang bewarna merah tujuan Jl. Pemuda Semarang dengan ongkos Rp3rb) untuk Check-In di hotel yang sebelumnya sudah gue booking dari Jakarta. Dari referensi hotel dari teman asli Semarang, mereferensikan sebuah hotel bernama Merbabu, selain harganya terjangkau, hotel ini memiliki letak yang sangat strategis yaitu berada di pusat kota yaitu Jl. Pemuda dekat dengan Tugu Muda, Lawang Sewu, kantor-kantor pemerintahan, pusat jajanan. Lokasi tepatnya yaitu berada di samping Mall Paragon dan di depan Hotel Novotell Semarang. Kamar yang gue sewa bertarif 240rb per malam dengan fasilitas 2 bed, AC, TV, kamar mandi dalam, air panas, dan sarapan di cafe untuk 2 orang. Kamarnya cukup bersih dan nyaman, yang paling penting adalah ACnya bekerja dengan baik mengingat Semarang terkenal dengan cuaca yang panas dan lembab. Sebelum melanjutkan city tour untuk membeli buah tangan khas semarang sore ini, gue memutuskan untuk melepas lelah sejenak di hotel.


Info: Hotel Merbabu, Jl. Pemuda 122-124, Semarang (024) 3457491, 3457492, 3554991, 3557982, dengan tarif Family A (4 Org) Rp 395rb, family B (3Org) Rp 310rb, Family B (3 Org) Rp 300rb, Suite Rp 305rb, Deluxe Rp 300 rb, Superior Rp 275rb, Standard Rp 240rb, Ekonomi single (1 org) Rp 90rb, ekonomi A (AC) Rp 80rb, ekonomi B (Non AC) 60rb, extra Mattress Rp 80 rb. Fasilitas (Std, Spr,Del, Fam, Suite) :AC Split, Tel, TV, Km. Mandi dalam, Air Panas/Dingin. & Kulkas (Fam, Suite, & Del).
Ctt: Tarif 2010

*Continued>>>

0 comments:

Post a Comment