Pulau Onrust, Cipir, Kelor, dan Bidadari: Wisata Sejarah Kepulauan Seribu

Kepulauan Seribu memang cukup terkenal bagi warga Jakarta dan sekitarnya, namun masih banyak juga warga Jakarta yang tidak mengetahui akses transportasi menuju kesana dan tidak menyadari bahwa sesungguhnya perjalanan sejarah berdirinya kota Jakarta tidak terlepas dari keberadaan pulau-pulau yang terdapat disana. Kali ini dalam tulisan ini, eksotisme historis Kepulauan Seribu akan diceritakan melalui foto-foto dibawah ini.

Perjalanan pagi dimulai di hari pertama di bulan Agustus 2009. Untuk menyeberang ke Gugusan Kepulauan Seribu dapat ditempuh dari TPI Kamal Muara. Parkir untuk kendaraan pribadi memang agak sulit, sebaiknya menggunakan Angkot plat hitam dari perempatan Cengkareng dengan tujuan TPI Kamal Muara dengan tarif Rp 5000.


Tidak sulit untuk memutuskan menyeberang ke Pulau Seribu karena perahu-perahu siap mengantar-jemput layaknya angkot di jalan raya, untuk rute-rute menuju pulau-pulau yang biasa menjadi tujuan para pelancong seperti Pulau Pramuka dan Untung Jawa biasa dikenakan tarif PP per orang sebesar 20rb (tarif 2009, lebih terikat karena antar jemput dengan jam yang disepakati), sebaiknya bayar per sekali jalan / 10 rb agar tidak terikat. Dapat juga disewa secara khusus untuk mengunjungi pulau-pulau bersejarah seperti Onrust, Kelor, Cipir, dan Bidadari.





Indah bukan??? ketika pertama tali kapal ditambatkan, kita disuguhi pemandangan yang sangat cantik. itulah keistimewaan Pulau Kelor. Terdapat bangunan-bangunan peninggalan kolonial berupa galangan kapal dan benteng yang dibangun VOC yang bernama benteng Motello. Bagi pecinta fotografi, akan amat dimanjakan dengan warna terakota yang begitu jujur dengan spot-spot foto yang unik. sssttttt.. pelan-pelan ya, jangan mengganggu kucing-kucing disana, unik karena mereka terlihat sangat identik satu sama lain. Heran, mereka makan dan minum apa di pulau sekecil itu??? mmm biarlah tetap menjadi misteri...



Misterius...dan begitu dingin... itulah gambaran suasana jika kita menginjakkan kaki di pulau sarat nilai historis bernama Onrust. Mulai dari bekas karantina haji zaman kolonial, makam belanda yang penuh batu nisan dengan ukiran menarik, lokasi bekas kincir angin, makam pribumi yang dicap sebagai pemberontak pada peristiwa perahu “tujuh propinsi” yang terjadi pada tahun 1933, hingga makam sosok yang sangat kita kenal, khususnya di buku-buku sejarah Indonesia, yakni makam Kartosuwiryo seorang pemimpin DI/TII (oooh ada disini toh...). mainkan lensamu, raih foto-foto koleksi terbaik disini.


lain Kelor, lain Onrust, lain pula Cipir... Cipir dipercantik dengan sentuhan baru bercitarasa nuansa zaman purbakala, sebuah prasasti atau tugu dengan bentuk lingga dan yoni yang menggambarkan, maaf, kelamin pria dan wanita... meriam, dan seekor monyet melengkapi bekas bangunan rumah sakit karantina penyakit berbahaya yang didirikan oleh penjajah. sedikit membosankan namun merupakan lokasi fotografi yang sangat cocok untuk foto pra nikah, sepi euy....



Pulau Bidadari seindah namanya, pasirnya begitu putih dan airnya begitu jernih . resort mewah yang berdiri diatasnya memberikan beragam kesenangan dan kecerian melalui ragam sarana dan prasarana yang dimiliki seperti cottages yang nyaman, sarana bermain, olahraga air, kolam renang, dan kolam renang bersama lumba-lumba. Bukan hanya itu saja, terdapat satu lagi benteng kolonial yang dirasa paling utuh diantara benteng-benteng yang ada di kepulauan seribu. selain kita dapat sekedar jepret-jepret, dapat juga menikmati fasilitas resort disini. Tak ayal, Pulau ini merupakan tempat favorit untuk mengabadikan keinginan para calon mempelai untuk berfoto menjelang pernikahan mereka. sayang sekali kalau saat ini pulau ini terkesan agak sedikit eksklusif...

Menyalurkan hobi fotografi di Kepulauan Seribu tidaklah mahal, hanya dengan menggunakan foto-foto dari sebuah handphone dan / atau kamera digital saku biasa seperti foto-foto di atas, hasilnya terlihat sungguh memuaskan. Karena objek-objek foto disana mampu 'bercerita' tentang keindahan mereka sendiri.

Pantai Mutun, Mutiara Lampung yang Tersembunyi

Masih banyak orang yang belum mengenal nama Pantai Mutun di Lampung, padahal pantai. yang terbilang sangat indah ini memiliki pasir yang putih, air yang bening kebiruan, dan ombak yang tenang. Mendengar nama tersebut, terasa cukup asing di telinga, bagi para pelancong yang mengunjungi Lampung biasanya lebih memilih Pantai Pasir Putih sebagai tujuan wisata pantai mereka. Pasir putih memang memang sudah terkenal dengan keindahannya, dengan akses yang mudah karena letaknya yang tepat di sisi Jalan Lintas Sumatera / byPass, tak heran bila selama ini dijadikan primadona. Namun, pada waktu tertentu khususnya di musim liburan, Pasir Putih sangat padat pengunjung akibatnya akses jalan menjadi sangat padat. Bosan dengan kemacetan dan kepadatan, gue n kakak gue memutuskan menjadikan Pantai Mutun sebagai tujuan berikutnya, kabarnya letaknya tidak terlalu jauh. Hanya berbekal informasi seadanya dari internet. Di pagi hari sekali, gue n my siss bersiap diri menuju TKP, pada hari Jumat di bulan Desember 2009. Mobil menuju arah Teluk Betung, tidak sulit karena rambu-rambu penunjuk arah sudah disediakan dengan baik. Sedikit tambahan tanya sana-sini, nama Pantai Mutun ternyata sudah sangat terkenal di kalangan warga Lampung khususnya warga Teluk Betung, Info yang gue peroleh lokasi Pantai Mutun terletak setelah kita melintasi daerah Lempasing.



Melintasi daerah Lempasing kita disuguhi oleh bentang alam yang Indah, di sisi kanan dan kiri kita diperlihatkan pemandangan perbukitan yang sedikit terkelupas sehingga menunjukkan susunan batuannya yang bercorak unik. Jalannya tidak menanjak atau menurun, dengan rute melintasi kaki bukit dapat dikatakan rute yang cukup aman, diaspal dengan baik tapi cenderung kurang lebar jalannya.


*Tips2:

  • Bagi yang ingin mengisi bahan bakar, terdapat SPBU Pertamina modern di daerah Lempasing, berada di sisi kiri jalan. Tersedia fasilitas Toilet dan Super Market. Sempatkan berfoto disana dengan latar bukit yang indah (posisi yang sangat bagus untuk berfoto)
  • Matikan AC buka jendela mobil, udara pagi disini sangat segar dan sejuk (itung2 Hemat BBM hahaha...)


Setelah melewati sejumlah Pantai Wisata dan Hotel kelas menengah, mata kita pasti tertuju pada kompleks pemakaman warga Tionghoa, unik karena makam-makam tersebut terletak di sisi perbukitan terjal yang menghadap ke laut. Terlihat cantik karena dihiasi ornamen khas tionghoa. Selepas dari kompleks pemakaman ini, setelah melewati satu tanjakan dan turunan yang sisinya sangat asri, laju mobil sebaiknya diperlambat karena harus memperhatikan keberadaan pintu masuk Pantai Mutun disisi kiri jalan (terdapat papan reklame kecil Pantai Mutun, sayangnya papan reklame Pantai Mutun hanya ada satu, dapat dikatakan minim informasi). Memasuki jalan kecil menuju Pantai Mutun, kita harus berkendara dengan hati-hati, karena masih sekitar 1 -2 km dari titik persimpangan awal tadi dengan rute yang menanjak dan menurun. Kondisi jalannya kurang baik, dijamin sedikit menghela nafas dan jantung akan berdegup kencang karena lebar jalan sangat sempit hanya cukup 1,5 mobil untuk 2 arah (kebayang kan...).


*Tips2:

  • Terdapat jalan alternatif untuk menghindari rute konvensional yang sarat tanjakan dan turunan curam yaitu melalui rute mengitari bukit. Lokasinya + 500-700 m dari pintu masuk, terdapat pertigaan jalan belok kiri (jika lurus adalah rute konvensional), ikuti jalan tersebut, ampunnn jalannya lebih ancurrr, serasa Off Road (Sedan not Recomended). Saat tampak Galangan Kapal di tepi pantai, mobil diarahkan berbelok kanan menuju lokasi Pantai Mutun.

Akhirnya tiba juga di Pantai Wisata Mutun, Kita langsung dsambut pemandangan khas pantai tropis, terlihat sangat indah dihiasi dengan gazebo tradisional... yang membuat gue heran, pantai dengan lokasi terpencil seperti ini, terlihat sangat ’hidup’, karena terbukti tempat parkir sarat dengan mobil. Satu kata yang terucap dibibir gue yakni ’IMPAS’ setelah melewati perjuangan di jalan konvensional, pemandangan pantai Mutun luar biasa indah, hamparan pasirnya sangat putih dan airnya sangat jernih bewarna kebiruan. Pucuk pohon nyiur melambai-lambai seakan menyambut kehadiran gue *lebay. memasuki lokasi kita diharuskan membeli tiket dengan tarif sebesar Rp 30rb (hanya mobil yang dikenakan). Setelah memarkir mobil dengan baik dan rapi, serta-merta gue langsung berganti pakaian, ciaatttt langsung nyeburrrrrrr. karena terbilang masih cukup pagi, matahari belum menyengat dan suasana belum terlalu ramai (mmm sepertinya strategi berangkat subuh cukup berhasil), my Siss memutuskan hanya bermain air dengan menyewa kano kapasitas dua orang.



*Tips2:

  • Untuk menyewa kano dikenakan tarif Rp 15rb/20rb untuk kano kapasitas satu orang, Rp. 30rb untuk kano kapasitas dua orang. Tarif berlaku untuk 1 jam permainan (Teori), prakteknya maen sepuasnya ketentuan berlaku (baca: jangan ditanya ke abanknya). Hati-hati menabrak orang yang berenang (menghindari kasus yang serupa wkakaka)
  • Untuk bermain Banana Boat, di bandrol tarif Rp. 25rb perorang. Banana Boat baru akan beroperasi kalau kita berhasil mengumpulkan minimal 4 orang, tenang saja banyak peminatnya kok, saatnya SKSD dijalankan.... 15 menit terasa ampuh membuat kita menambah asupan mineral dari air laut.... aaaaaaaaaaaccchhhh .....slrepppppp byurrrr glek..glek... (kejebur.com)
  • Bagi yang ingin naik perahu dikenakan tarif 5rb perorang, jika kita ingin bermain air di Pulau Tangkil (pulau terdekat di mata, 500 m-an jaraknya), si Abank siap mengantar-jemput kita dengan kesepakatan waktu. Konon, Pulau tangkil, lebih indah dengan perairan tenang (maaf egk kesana).
  • Selain itu bisa bermain Flying Fox atau sekedar bermain layang2.
  • Untuk menyewa Gazebo, dikenakan tarif Rp 35rb untuk beberapa jam.
  • Bagi yang membawa anak-anak, terlebih balita, harus diperlengkapi perangkat keselamatan (ban dan baju pelampung, dapat disewa), karena antara batas perairan ’cetek’ dan ’dalem’ pergantiannya sangat ekstrim, Waspadalah... Waspadalah...


Setelah puas dengan bermain air selama berjam-jam (*anak2 mode on*), dan sudah berbilas dengan air tawar di toilet dengan tarif 2rb perak. Saatnya pulang beroffroad ria, melintasi rute yang berbeda dari rute konvensional tadi... karena gue pikir pastinya kalau pulang melewati rute konvensional, pastinya mobil gue akan sering berhadap-hadapan dengan mobil-mobil di lain arah, dan itu akan sangat merepotkan. Menyisir sedikit perkampungan nelayan, berbelok ke kiri tepat di depan Galangan Kapal, mobil berayun-ayun kencang di jalanan yang tidak mulus... perjalanan panjang yang sulit, tidak dapat menafikan kesenangan yang gue peroleh. satu hal yang gue dapat dari Pantai Mutun, refreshing......